Selasa, 16 September 2014

#entah yang marah

Kenyataan yang dipertontonkan di media menjadi terlalu sering mengecewakan, bagaimana tidak... saat pencitraan menjadi begitu dominan. Seolah setiap tokoh cerita dalam berita itu menjadi punakawan yang petakilan, sebagian lain menjadi Sengkuni yang tega jilat pantat panci yang gosong oleh dusta yang menyemesta. Sementara yang masih ingin bertahan perjuangkan idealismenya justru diberangus, dengan jebakan media dan prosedur yang melecehkan substansi dan mengagungkan formalitas belaka.

Dunia macam apa ini, saat kejujuran menjadi kehilangan birama. Setiap yang mencoba jujur menjadi Fals, menjadi sumbang. Lalu penonton sepontan melototinya, bahkan beberapa ada yang melemparinya dengan botol kosong. Ah... menyedihkan.

Aku khawatir jika aku teruskan tetap berdiri jadi penonton, aku bisa kehilangan kendali. Menjadi liar karena marah yang frustasi, atau mendadak bego plonga plongo saksikan kebenaran dikebiri tanpa bisa berbuat apa apa. Dan sang Sengkuni lah yang petentengan di atas panggung, seolah semua kebenaran bermuara di dirinya. Tunjuk sana tunjuk sini, seolah semua rela mematuhinya. Padahal rasa terpaksa itu memang tak akan nampak di permukaan. Jika terlihat, bukan senapan yang digunakan untuk mengakhiri hidup para pembangkang itu, melainkan dengan kekuatan fitnah yang beruntun segera mendera. Hingga luluh lantak kehilangan harga diri. Lelakon hidup memang terlihat lebih beradab dibanding pendahulunya yang sering main tembak, namun bukankah "Fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan?"

Mungkin kita sudah sedemikian keji. Menebar hal yang lebih dari pembunuhan itu ke pelosok negeri. Juga mengunyah daging bangsanya sendiri, saat asyek bercengkerama dalam gunjing yang berkesinambungan.

Agh, mengapa tulisanku hari ini menjadi penuh kemarahan....

Daripada memaki kegelapan lebih baik menyalakan lilin. Hmmmm....

Baiklah, aku mulai nyalakan lilin di sini. Di dalam diri. Nyala lilinnya adalah kenikmatan dalam sepi. Menjauh carut marut popularitas. Bersihkan diri dari gairah untuk mendapatkan pujian dan citra dari manusia. Seperti kata Tuhan.... "Bekerjalah, cukuplah Alloh dan Rosul-Nya yang melihatmu bekerja."

Wallohu A'lam.

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...