Selasa, 19 April 2016

Dalam pejam dalam diam

aku paham, Kau lah yang Maha Menatap
kuyakin saat ini Kau Menatap dekat
dan aku malu

bagaimana tidak, jika kesadaran atas betapa tersiksanya aku oleh dosaku ini demikian mudah aku lupakan lagi, saat kesempatan mengulanginya itu ada di depan mata.

nalar yang dulu aku harapkan selalu memimpin kesadaranku, lalu berharap dapat menghindari dosa itu ternyata gagal.

dosa terlalu indah untuk dinikmati.

walau kenyataannya setelah itu hati terluka, batin tersiksa, bahkan malam menjadi butuh air mata untuk larutkan sesal yang menggumpal. ..

aku diam. terpejam. merapal semua doa mohon ampun yang kuingat. hingga kurasai demikian dekat kulit bagian dalam kelopak mataku. aku berharap temukan cara.

dan pada akhirnya aku memang harus menyerah, bersandar pada kesadaran atas ketidakmampuan. mungkin ini saatnya aku mengangkat tangan.... berdoa saja

doa tentang hati yang berbolak balik dan butuh peran Sang Penguasa Hati untuk balikkan hati pada taat kepadaNya, condongkan hati pada Ketetapan Nilai Kebenaran agamaNya....

karena hati jika berubah arah maka kesadaran nalar itu tak lagi melukakan.

o, indah dan nikmatnya jika taubat itu bergerak atas dasar kerelaan hati.

aku memohon itu, wahai Sang Penggenggam Gerak Hatiku.

aamiin.

Bekasi, jelang tengah malam, 19/04/2016
poetoe.

Jendela Jiwa

jika benar sorot mata adalah jendela jiwa....

dan jiwa adalah tempat rasa bersemayam...

sedang rasa adalah endapan pikiran,

yang terendap bisa pula muncul dalam alam bawah sadar atau mimpi kita...

maka dengan membaca sorot mata bisa saja kita menangkap apa yang sempat diimpikan.

Juang dan Rintang

Hidup itu juang dan rintang, jihadun wa aqidatun, meronta dan terbatasi.

Menjadi seolah irama dalam lagu, meronta seolah nada yang berimprofisasi, namun tetap dalam kekangan birama dan nada dasar.

Batas bukan seperti tali kekang pada leher kambing, yang membuat luka saat kambing terus meronta. Karena batas ini justru menjadi bagian dari keindahan. Bukankah secara fitrah kita adalah hamba, yang menjadikan ketundukan sebagai salah satu syarat kebahagiaan.

Meronta sesekali, namun kembalilah pada kesadaran atas batas yang tak boleh terlanggar. Ini komposisi kita, mainkan saja seindah-indahnya.

"Innal hayata 'aqidatun wa jihaadun."

Bekasi, 19/04/2016
Poetoe.

Mengenali Badai

Hai kapten .
Sepertinya malam ini ombak menggila
Tanganmu tak henti kendalikan kapal
Aku lihat otot yang mengeras
Aku lihat kerut mengeriput di dahi penuh strategi
Aku dengar ledak gemuruh dada
Aku dengar nafas terengah lepas gundah lalu bersegera kembali pada kendali
Kenali lautan kapten!

Ikuti saja  arusnya.
Tak perlu kau lawan
Ikuti saja...jika tidak kau bisa terhempas
Lalu tenggelam
Percayalah terkadang ombak pun lengah.. itulah saat yang tepat kau berlari dari kegilaannya..
Lalu lepaskan lelahmu..lepaskan kemudi, lepaskan jangkar.
Nikmatilah amis lautan dan
Rasakan hembusnya.. hiruplah dengan hidungmu biarkan mengalir meliuk melewati rongga dada lalu menjalar
Kenali lautan kapten !

Berbaringlah sejenak di geladak.. berbaring beralas tangan.. tataplah langit itu.. rasakan damainya

Banyak yang bisa kau lakukan
Ombak dengan segala kengeriannya akan selalu kau jumpa
Tapi selalu ada waktu menikmati lautan yang diam tenang lagi sunyi

Kenali lautnya maka kau tak akan keluhkan badai

Jika setuju.. lekaslah mendengkur....

Jadilah Alienku....

Tak bisa diartikan mengapa bersembunyi terkadang menyenangkan
Bagiku.. itu seperti menari di bawah jutaan bintang di planet yang tak berpenghuni..hanya kita.. asyik bukan??
Bercengkrama sesuka kita, tanpa harus takut ada yang nyinyir dengan kekonyolan diri..
bercakap sesuka hati tanpa harus takut ada yang menguping dari dinding sebelah kamar.
Bahkan menangis .. tanpa  harus takut ada mata menatap lirih

Alien ..Kamu ada.. bukan tiada.. aku tak meniadakan keberadaanmu.. kamu ada disana bersamaku..

Bersembunyi terkadang jadi pilihan terbaik.. karena kenyataannya kita berdiri di planet dimana banyak pasang mata, telinga bahkan mereka bersenjata yang kapan saja bisa menembak mati kita alien.. inginku kita selamat..

Ini bukan  pembuktian atas sebuah rasa..
aku yakin kamu tahu.. aku beku...
Sedikit abnormal.. lagi lagi tak mampu kupaparkan...
hanya saja waktunya terbang ke planet kita itu menyenangkan.. membahagiakan..

Jika setuju.. mengangguklah..


Senin, 11 April 2016

11/04/2016

aku, kau, kita: bergerak menjadi
karena hidup adalah proses
begitupun merasaimu
serupa belajar, lembar demi lembar
tanpa henti, mencinta. Batas usia tak membuat usai.

Selamat ulang tahun, dik.

Bekasi, 11/04/2016
poetoe.

Senin, 04 April 2016

Alien.

Alien. Aku rela menjadi makhluk asing untukmu.
kerelaan agar tak harus nampak
jika bertemu pun bila perlu berpura tak saling kenal. Untuk apa?

Mungkin ini perkara pembuktian,
apakah ada pengorbanan yang lebih dramatis dari peniadaan atas diri?
Rela dianggap tak ada adalah pengganti sekuntum bunga itu.

Alien. Makhluk asing. Terbayang kan betapa  peniadaan itu bisa saja tak berujung....

Bahkan saat akhirnya terjemput maut terlebih dahulu, mungkin ia tetap saja berpura-pura tak kehilangan. Tak ada air mata, hanya lirikan sekilas atas nisan dan gundukan tanah basah itu.

Ketakberkesudahan itu, berlanjut. Esok, entah kapan.

bekasi, 04/04/2016
poetoe

selamat pagi

selamat pagi....
aku masih ingin melanjutkan kemarin
bercakap saja dengan langit
karena terkadang awan yang tergambar pada kanvas langit itu seolah tanda-tanda
dituliskan untuk kita baca
tak mudah memang memaknainya
mungkin saja salah
tapi tak mengapa toh tak ada ujian tertulis atas mata kuliah ini
langit itu seperti layar tempat memajang hasil jepretan aktifitas penghuni bumi
jadi lengkap
ada kedengkian
ada kepura-puraan
ada pembelaan
ada sangkalan
ada dalih
ada balas dendam
ada terluka diam diam

APTB, 04/04/2016
poetoe

di bawah langit senja

di bawah langit senja, aku duduk saja
adalah langit yang pernah aku jadikan sarana penghubung dulu,
saat menatap ke atas, aku yakin ia juga menatap langit yang sama
ada seseorang yang demikian takut oleh senja
bahkan selalu menutup pintu dan hanya mengintip dari balik jendela
hingga akhirnya aku yang mengajarkannya untuk menikmatinya....
walau akhirnya luka.

juga tentang seseorang yang berulang kali aku bagikan untuknya foto-foto tentang senja yang aku temui, namun ia tak pernah meresponnya,
bahkan saat aku tuliskan berbait bait dongeng langit, ia diam
berdalih atmosfer tak mendukung.

juga tentang senja saat ini,
saat duduk duduk saja di tepi jalan
keriuhan yang dekat namun berjarak
deru motor dan klakson
juga gempita tawa anak-anak naik kuda
aku justru sepi. Bersama ulat bulu dan dedaunan kering
juga berita tentang rahsia yang dikoyak media....
aku rindu sepi yang wingit
warta tak terlalu membelukar
hingga kabar wigati ya hanya kabar tentang hari akhir saja
bukan sorak sorai dusta yang berbaju citra.

aku dan senja, saat ini duduk berdua saja.
memaknai hari diam-diam.

mutiara gading timur, 03/04/2016
poetoe.

Minggu, 03 April 2016

Perlawanan

Serupa irama terkadang cepat terkadang pelan, terkadang menang terkadang harus menepi perlahan.

Dalam pertarungan kesadaran atas kapasitas diri ini penting, agar jika pun harus terbanting, itu bukan bantingan keras yang mematikan, hanya sedikit kaget. Dan kesadaran itu mestinya tak lalu membuat terburu buru bangun untuk melawan. Karena bisa jadi saat kita nekat segera bangun kita akan segera dibanting lagi dan lebih keras. Bisa jadi itu mematikan.

Maka rebahlah dulu sesaat. Biarkan saja ia berdiri pongah sambil mengangkat kedua tangannya seakan pasti akan menang. Saat itu bersegeralah kumpulkan nafas, sinergikan kembali kekuatan. Tatap mata dia, baca seberapa bangga ia akan dirinya. Semakin jumawa semakin lemah ia. Seperti teori pernafasan, dari nol dan ketidakberdayaan itu kekuatan bawah sadar akan terkumpul.

Saat yang tepat bergeraklah pelan, berdirilah seolah sedikit terhuyung, untuk menjaga kejumawaanya. Lalu pasanglah kuda kuda. Pancing ia menyerang lebih dahulu, tapi pastikan serangannya kali ini tak mengenai kita, maka tenaganya akan terkuras. Saat itu juga pukul sepenuh tenaga. Pastilah ia terhempas dahsyat.

Demikianlah, yang terpikir olehku saat membaca sang lawan menguasai media. Aku tunggu saja, ia lengah. Sembari mengangkat tangan memohon pertolongan Nya.  Bantu kami, sungguh bantu kami, kalahkan ia. Aamiin.

Jakarta, 01/04/2016
Poetoe.

Dua jenis keindahan

Keindahan itu ada dua jenis. Indah dari keserasian, dan indah dari kontradiksi. Dalam seni rupa warna-warna gradasi itu bagian dari keserasiaan, namun kadang warna yang tajam bedanya pun lahirkan keindahan tersendiri.

Dalam musik pun begitu, nada yang lembut itu indah, tapi sesekali ada nada yang tiba-tiba melonjak itu pun indah.

Demikian juga kehidupan, keindahan terkadang dari rasa yang berlompatan dari sedih ke bahagia. Betapa indahnya tawa keras dalam kesedihan, juga air mata dalam bahagia. 

Mengubah, menerima dan menahan

Bersiap menyambut datangnya bulan puasa, salah satunya dengan kembali belajar tentangnya. Belajar tentang "menahan". Belajar untuk tidak melakukan sesuatu yang sebenarnya bisa kita lakukan.

Setelah unsur kemampuan terpenuhi, kesempatan pun ada, tapi kita tetap belajar menahan untuk tidak melakukannya. Tentu ini bukan hal mudah, karena godaan ananiyah/keakuan itu demikian dahsyat.

Paling tidak ada tiga jenis kecerdasan yang dibutuhkan seseorang dalam menjalani hidup. Yang pertama adalah kecerdasan untuk mengubah, saat kondisi tak sesuai harapan kita akan berusaha mengubahnya ke arah kondisi ideal.

Yang kedua adalah kecerdasan untuk menerima. Adalah tahapan setelah perjuangan untuk mengubah sesuai harapan itu pada akhirnya gagal, maka kita butuh kecerdasan untuk menerima. Ini penting untuk menjaga tingkat kebahagiaan kita tetap pada batasnya dan tidak tergelincir pada kecewa yang berlebihan.

Yang ketiga, adalah kecerdasan untuk menahan. Walau dalam kapasitas yang memungkinkan kita lakukan namun kita tetap menahan diri untuk tidak kita lakukan. Ini menjadi berat karena lawannya adalah ego kita. Terkadang bahkan harus berbenturan dengan kebutuhan atas eksistensi diri, yang menurut AH Maslow merupakan tingkatan tertinggi pada piramida kebutuhan. Pada kecerdasan jenis inilah puasa berperan sebagai pelatihannya.

Demikianlah, yang terlintas pagi ini di APTB menuju kantor. Sembari belajar kembali tentang puasa, sebagai bagian dari isti'daadul ilmi.

Bekasi-Jakarta, 01/04/2016
Poetoe


 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...