Kamis, 27 November 2014

Selamat Malam

Selamat malam,
aku mungkin kunang-kunang yang terjebak dalam belukar kota
Kerlipku redup, kalah oleh lampu jalanan
Seperti serpihan nada pelan di tengah komposisi orkestra yang hinggar binggar.

Selamat malam,
aku memang hanya kunang-kunang yang terlupa kemana jalan pulang
Tersesat di bawah jalan layang jakarta,
dan terbangku terseok ditampar oleh angin malam dan deru lalu lintas yang mengganas....

Selamat malam,
aku makhluk kecil yang terbang bergoyang goyang
Kehilangan pegangan.....
Mana kebenaran yang teryakini,
dan mana kesanggupan yang harus diiyakan....

Jika tak hati-hati, mungkin ini segera berakhir...
Jika tak jeli meneliti jejak waktu, mungkin tiba-tiba kita raib,
dan sisa kita membercak di dinding sejarah....

Entahlah....

Rabu, 26 November 2014

Lawang Hati

Seperti dekat namun tersekat,
hanya terdengar lembut deru nafas
juga detak jantung dan denyut nadi
yang merayap bersama jarum detik waktu.

Seperti demikian rapat, namun tetap ada sekat,
hanya deheman dan batuk tertahan,
juga suara gesekan jari bergeser di sepanjang papan.

Dan akan seperti ini saja,
sampai kapan pun
jika aku tak coba membukanya,
juga kau tak coba melepas gerendelnya.

Rabu, 19 November 2014

senja merinai

Sekejap waktu linglung...
Kehilangan pegangan, ia ada di kini, tadi atau nanti
Saat senyum itu lepas dari busur
Anak panah yang menancap tanpa kuasa kutahan
Bergetar
Sekarat hati
Tergeletak saja.... menanti nanti
Sampai waktu kembali tersadar. Ia masih ada di kini, setelah tadi dan sebelum nanti.

Jumat, 14 November 2014

cawan Otak

Mungkin isi cawan otak kita adalah larutan ingatan, sedikit bercampur dengan pekatnya kenangan, dan di dasarnya ada endapan keyakinan. Mungkin hari-hari yang kita lalui itulah larutan yang mendominasi. Sehingga ketika sesaat terpejam saja, semua seperti terputar ulang. Fragmen yang jelas, dengan detail kejadian yang tertata. Bagaimana bisa melupakannya?

Namun dalam cawan itu juga ada proses yang harus terjadi. Menjadi seperti adukan dalam secangkir kopi. Ia mengaduk-aduk ingatan. Mencampurnya dengan ramuan logika, bumbu akal sehat, dan tentu nurani. Walau akan ada rasa yang lahir tanpa permisi. Serupa rindu, atau sayang yang aneh. Terkadang rasa itulah yang menggangu akal sehat dan pertimbangan logika.

Bagaimana menyelamatkan ego kita dalam lautan diri yang terkadang penuh badai? Ego terhempas dalam tarikan hasrat dan kendali diri. Sesaat kendali lepas, maka bahtera ego terbanting-banting. Sesaat kembali terjaga, namun arah bahtera seringkali terlanjur terjauhkan dari tujuan.

Kita dan waktu memang terkadang saling menyerang. Memanfaatkan kesempatan, atau justru kesempatan yang menyempitkan kita. Kita bisa saja terpenjara tanpa punya daya melepaskan dari jeratan hasrat. Dan waktu juga kesempatanlah yang mungkin akan kita persalahkan. Entahlah.

Dan jika masih boleh berharap, biarlah senja yang langitnya melogam itu yang kita nikmati. Dan kita tenggelam dalam bincang yang bernas. Pekat oleh makna. Dan detik demi detik tak kita sia-sia kan.

Seperti doa para pendahulu kita, maka doaku.... semoga yang tersisa adalah genangan berkah, dan taufik juga hidayah-Nya melengkapi hidup kita.

Aamiin

Minggu, 09 November 2014

belajar

Nikmati senja
keletihan mengindah di langit
kemalasan telah menjadi mayat terkulai oleh tombak kerja
kenikmatan adalah pada sayatan pisau ilmu
pada dua sisi... mengajar dan belajar
darah segar analisa dan ingatan menetes perlahan
merembes dalam tanah pot kesadaran....
untuk suburkan tanaman pemahaman.....

Merengkuh buah makna, dengan jemari diskusi
lalu menggigit dan mengunyahnya lembut....
lezatnya menyeruak hingga ke nurani
kelapangan hati dan benak yang tak terbantahkan....

Panjatlah....
..dan berdirilah di puncak gunung belajar
lalu hiruplah semesta ilmu
penuhi dadamu sekenyangnya
biarkan ia menyihirmu
hingga matahari
angin
juga rerumputan serupa mimpi terindah

Sabtu, 01 November 2014

Potongan Senja

Mungkin senja memang bisa kita potong, seperti dalam cerpen Seno Gumira Aji Darma. Caranya dengan memandangnya lekat, lalu kita potong, dengan kedipan mata dalam. Potongan ingatan tentang senja itu kita lipat rapi, kita simpan dalam rak benak di rongga kepala kita. Untuk menjaganya bisa kita tambahkan rasa kita yang tercerap saat itu segera bungkus lalu endapkan dalam hati. Di sana ia akan terkoneksi dengan ingatan dalam benak. Kapan-kapan kita bisa buka ulang filenya.

Seperti senja ini, saat warna lembayungnya kuasai retina mataku. Juga aroma sabtu sore yang gempita, dihiasi senyum bahagia pasangan muda yang berkendara dengan motor sambil bercanda. Juga rasa yang aneh di rongga kepalaku, karena dinodai sakit kepala dan suasana mriang. Kucoba penuhi otak dengan bacaan tentang budaya, film dan politik pendidikan. Sengaja dengan tema-tema yang terkesan berat, harapannya cepat mengusir rasa getir dari perpaduan sakit kepala dan meriang ini.

Apakah berhasil? Entahlah. Namun keindahan senja tetap saja aku dapat. Potongannya aku simpan. Dalam saku hati. Jika kau mau ikut nikmati boleh esok kubawakan untukmu.

Mutiara Gading Timur, 1 Nopember 2014.

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...