Senin, 04 April 2022

Serial BERPUISI (beri makna puasa dengan berbagi inspirasi) hari 1 - 4 Ramadan 1443 H

 BAB 1 CAHAYA

(Hari ke-1) Kebenaran sebagai Aksioma,

Kebenaran seperti aksioma, merupakan sebuah pernyataan yang sudah pasti kebenarannya. Seperti 1 ditambah 1 itu sama dengan 2. Jelas dan gamblang. Dan saat dinyatakan terasa nyaman bagi yang menyampaikan maupun bagi yang mendengarkan. Sebaliknya yang mengatakan 1 ditambah 1 itu tidak sama dengan 2 akan terasa tersiksa, karena ada yang “aneh” di kepala kita.

Mungkin seperti itulah yang disebut pahala dalam terminologi agama. Kenyamanan yang dirasakan saat kita mengatakan hal yang benar, melakukan hal yang benar, juga meyakini hal yang benar. Sebaliknya perasaan tersiksa saat kita mengatakan hal yang tak benar, juga melakukan hal yang tak benar, ataupun meyakini ketidakbenaran: mungkin itu lah dosa.

 Jadi perjalanan kita menemukan kebenaran itu seperti perjalanan menuju kenyamanan. Dan kenyamanan itu dapat kita rasakan saat kita menjalani semua ini dengan bersandar pada nalar yang benar. Seperti hukum sebab akibat yang tak bisa kita hindari dalam kehidupan sehari-hari. Hati-hati akan selamat, abai dan lalai akan celaka. Sesederhana itu.

 

(Hari ke-2) Apakah kita seperti Laron?

Apakah kita seperti Laron, yang hidup sesaat saja. Dimulai dari keluar sarang di dalam tanah lalu bersiap terbang, mencari sumber cahaya. Dalam perjalanannya mereka ada yang terlepas sayapnya lalu jatuh kembali ke tanah, dilanjutkan dengan menempuh perjalanan dengan merayap, terkadang berakhir dengan maut dimangsa unggas. Ada yang berhasil terbang menemukan lampu jalanan atau lampu di teras rumah kita, tapi ia lalu terbakar, terjatuh, terlepas sayapnya dan kembali merayap di tanah, berakhir sama: dimangsa unggas atau terinjak oleh kaki kita.

Apakah kita akan setragis itu? Rasanya tidak. Kita bukan laron. Jika benar cahaya adalah yang kita cari di sepanjang hidup ini, maka cahaya itu adalah cahaya kebenaran yang tak melukai atau membuat kita terbakar. Justru sebaliknya cahaya yang kita temukan nanti adalah cahaya yang mempesona, Mungkin cahaya itu berupa pemahaman yang paripurna. Kelegaan yang tak terbandingkan.

Justru yang berat adalah perjalanan untuk menemukannya. Ada beban kemalasan yang memberati ada pula angin kencang emosi yang menghalangi, bahkan terkadang terganggu oleh jubah harga diri kita, juga berhala citra yang mengaburkan kita dari fokus pencarian kita atas cahaya itu. Kelalaian menjaga energi bisa membuat kita terhenti.

 

(Hari ke-3) Habis Gelap Terbitlah Terang

Habis Gelap Terbitlah Terang, kata RA Kartini. Ini bersesuaian dengan ayat “dari kegelapan menuju cahaya” adalah perjuangan untuk menjadi lebih baik. Dengan membaca gelap sebagai sisi awal lalu prosesnya adalah perjuangan, dan hasil akhirnya adalah cahaya.

Gelap mewakili kebodohan, penindasan, kemiskinan, kezaliman, kesepian, penderitaan, dan segala sesuatu yang menyedihkan. Sedangkan cahaya adalah kecerdasan, keadilan, kemakmuran, pemberdayaan, kehangatan, kasih saying, kebahagiaan dan segala sesuatu yang menyenangkan.

Perjuangan adalah proses di antara keduanya. Berisikan pendidikan, pelatihan, pengembangan diri, konseling, parenting, kisah-kisah inspiratif, pembangun mental, peletak pondasi peradaban. Adalah pekerjaan-pekerjaan besar itu.

Hidup mungkin memang rangkaian perjuangan untuk terus beranjak dari sisi gelap menuju ke sisi terang, menuju cahaya.

 

(Hari ke-4) Hidup adalah menjawab pertanyaan

Dalam perjalanan menuju cahaya itu, pertanyaan-pertanyaan yang muncul serupa langkah kaki untuk terus maju di gelapnya jalanan. Lalu berusaha mencari jawaban itu seperti usaha untuk meraba dan memahami sekitar, mencari cara agar terus bergerak dekati sumber cahaya.

Hidup mungkin seperti percakapan, seperti tanya jawab. Masalah yang kita temui adalah pertanyaan yang diajukan, maka tugas kita adalah mencari jawabannya. Jika pertanyaan itu berupa tugas, maka penyelesaiannya adalah jawaban. Jika pertanyaan itu mengundang gelisah maka jawabannya adalah pencarian atas ketenangan.

Hidup seperti rangkaian pertanyaan yang terus berdatangan, dan tugas kita adalah mencari jawaban. Terus begitu, sampai maut datang hentikan hidup.

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...