Senin, 26 Desember 2011

Darah kering itu;


Siapa sangka, bayang-bayang penuh kengerian itu tiba-tiba saja datang.
ia seperti rintik hujan di tengah hari…
awalnya entah, dari berita yang mana
aku jadi tertarik pada darah kering itu,
darah yang tersisa di kuku jari tangan mayat seorang gadis korban pemerkosaan…
darinya bercerita tentang banyak hal, karena bisa jadi darah itu darah si keji bejat moral,
atau darah gadis itu sendiri, saat tak kuasa menahan sakit, tercubit pipinya sendiri…
atau bisa pula darah entah siapa.

Dan mimpi buruk itu mengajariku tentang rasa sakit,
tentang harga diri yang poranda
tentang kebencian yang terhenti oleh maut
tentang keadilan yang sangat dirindukan

Lalu air mata menjadi tak lagi relevan,
karena yang ada adalah sedih yang campur ngeri
justru ia lebih dekat pada kemarahan

dan baju besar peradaban itu tersobek perlahan…
tertunduk malu nurani.

Selasa, 20 September 2011

kesetiaan

di bawah payung senja, duduk bersama
bercakap tentang kesetiaan,
tentang cinta dan ikatan kata,
tentang janji dan gerak hati,
tentang rencana tertata dan goda semata....

ada yang bercerita tentang setianya cinta
yang walau terluka tetap saja sibuk mencari makna
ada yang cerita, betapa perjuangan saja
tak memadai untuk membangun asa
karena selalu saja ada; luka!

lalu juga tentang beberapa dari kita,
yang terjebak pada simpang, yang tak sengaja terbangun....
padahal sungguh ada takut tak terkira.

Sabtu, 17 September 2011

belajar dari Anis Mata

Semestinya Iman itu menjadi energi kita dalam menjalani dua tugas:
1) Memikul Beban, dan
2) Melawan Musuh.

Dan Puasa adalah pelatihan yang tepat untuk mengasah jiwa "sabar" kita, sabar yang bermakna "Konsistensi Amal", karena puasa itu perintah untuk tidak melakukan; dan ini adalah pendidikan katakter kita, karena dalam ilmu pengembangan diri, bagian tersulit adalah "pengendalian diri".

Peradaban selalu saja melewati tiga tahapan, yaitu:
1) saat menanjak naik; dominasi "Ruhiyah" indikatornya Sumber Daya lebih kecil daripada Output.
2) bergerak datar; dominasi "Akal", indikatornya Sumber Daya sama besar dengan output, di sini realisme yang berkuasa.
3) bergerak turun; dominasi "syahwat" indikatornya Sumber Daya jauh lebih banyak dari Out put.

Rabu, 07 September 2011

tentang Cinta

"Di Bawah Lindungan Ka'bah" difilmkan. Jadi teringat dulu pernah beberapa kali membacanya, dan beberapa kali pula teteskan air mata. Ini memang kisah cinta yang sedih, namun justru mengajarkan banyak hal. Seperti bagaimana cinta yang perlahan-lahan menjangkiti kita. Cinta yang semestinya membuat segalanya menjadi indah itu, justru menjadi belati yang menusuki rongga hati, atau menjadi pecahan kaca yang ditebar di sepanjang jalan tempat kaki telanjang kita harus menapak. Pedih.

Apa yang salah dengan Cinta? Bukan perasaan ini adalah pemberian dari Dzat yang Maha Cinta... mestinya Dia tak akan menyengaja menyakiti hamba-Nya. Namun kenapa?

Aku jadi tertarik memikirkan hal ini lebih jauh. Rasanya memang ada yang salah dalam "cara berfikir" kita. Kadang kita terjebak, untuk memberikan porsi yang kelewat bebas terhadap rasa Cinta ini. Karena ia [Cinta itu] memang serupa anak kecil, yang jika diberikan apa maunya, ia semakin kolokan... Karenanya jika kita hendak berlayar di samaudra Cinta, kita harus sedia panduan. Karena tanpa panduan, tentu kita bisa karam. Panduan yang paling tepat adalah "agama". Dan jangan lupa jadikan "akal sehat" sebagai Nahkoda.

Hmm... itu sih teori; kata para pecinta yang sudah terlanjur terbawa arus indahnya gelora rasa itu. Bagi kami yang terseret arus dan nyaris tenggelam ini, apa yang bisa kami lakukan? Jadi teringat Novel "Laila Majnun" bagaimana Qois yang menjadi "majnun" untuk seorang Laila, hingga banyak tabib tak bisa sembuhkan virus asmara itu. Dalam hal ini, kita memang butuh orang lain. Seseorang di pinggir sungai yang bisa menabik kita, untuk menepi lalu beranjak ke dataran yang lebih tinggi. Inilah pentingnya seorang teman. Agar ia tetap sadar saat kita terlena. Atau bisa pula "keluarga" yang kadang lebih "terjaga" dibanding kita yang saat itu terserang demam Cinta. Memang seringkali sang korban justru "marah", kalap... "Kalian tidak merasakan apa yang aku rasakan sih..." Kita lupa, bahwa teman atau keluarga yang sedang mengingatkan kita itu pun melakukan semua itu atas dasar Cinta. Kita tergoda untuk membenturkan Cinta satu dengan Cinta yang lain; sementara sebenarnya bisa disintesakan. Karena Cinta itu seperti kuman yang bisa membelah diri, menyebar, tanpa mengurangi yang lainnya. Lihat saja, saat kita mencintai pasangan kita, lalu menikah, lalu beranak pinak, Cinta itu bisa berkembang begitu pesat; Cinta pada anak-anak, pada orang tua, pada masyarakat sekitar... dan tanpa mengurangi cinta kita pada pasangan kita. Entahlah....

Bicara tentang Cinta, memang selalu saja membingungkan.
Wallohu a'lam.

Minggu, 28 Agustus 2011

Bincang Keluarga di jelang Lebaran 1432 H


Jelang lebaran tahun ini, Alhamdulillah, kami berkumpul dengan keluarga besar di Bani Afwaniy...

Ini sudah menjadi ritual rutin tahunan, kami berbincang di meja makan, bicarakan banyak hal. Dari masalah keluarga, sampai masalah ummat. Hehe... rasanya acara-acara talk show di tivi itu pun kalah seru.

Tema kami berloncat-loncatan, kami sempat membahas tentang "ketiadaan Visi bisa membuat rancu gerakan bisnis" tentunya nara sumbernya pebisnis dik Din yang tahun ini melakukan lompatan besar, dengan membuka di tiga tempat "Ayam Penyet Kalasan", juga "Sabda Alam" di jalan Kaliuarang, juga "kolam ikan" di Klaten. Beberapa tips dan trik diberikan, seru juga.. sayang tidak semua berhasil dicatat. Yang jelas, ada rencana-rencana ke depan yang insya Alloh akan menjadi bahan perbincangan bisnis di lebaran tahun depan. hehehe...

Juga tentang manajemen dakwah, terkait dengan ke-khususan pendidikan Pesantren yang memeliki figur sentral Kyai, dan pentingnya ruh pendidik dalam diri sang kyai. Karena tanpa itu, program lembaga pendidikan akan menjadi garing. Kehilangan "nyawa". Lebih menarik lagi, ini sama dengan koki yang masak tanpa perasaan bahagia, akan menghasilkan masakan yang tidak berkualitas...

Seni sejatinya bumbu yang memberi rasa pada setiap aktifitas kita. Terkadang seni diterjemahkan dengan dosis yang lebay, di satu sisi menjadi kelewat "bebas", menciptakan sosok yang "aneh" bahkan dianggap gila oleh lingkungannya. Kata mas Rain, sebenarnya mereka tidak gila, melainkan hanya tidak bisa terbaca ide-ide mereka oleh masyarakat di sekitar mereka. Mereka butuh penerjemah atas ide-ide besarnya....

Juga tentang "kejernihan" membaca pola, yang sebenarnya inilah kunci kesuksesan orang-orang besar meraih mimpinya. Bebekal kejernihan membaca pola itulah, keputusan hidup yang tepat dapat diambil, dan potensi-potensi di sekitar kita dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mencapai apa yang kita inginkan... Sekali lagi, ini juga tetap butuh Visi dan Misi yang jelas...

Entahlah, perbincangan kami malam itu bertema tentang apa, karena nyaris semua hal kita bahas...
Yang jelas, ini bagian dari menu lebaran yang berkualitas, semacam mata kuliah yang padat nilai dan makna. Dan tentunya tetap dalam koridor "ikatan persaudaraan" dan bumbu Cinta.

Alhamdulillah....

Senin, 22 Agustus 2011

belajar Sirah Nabawiy di Ramadhan 1432 H

Ramadhan tahun ini, aku menyengaja belajar lebih serius tentang Sirah Nabawiayah. Ada beberapa buku sejarah hidup Nabi yang memang paksa untuk aku kunyah pelan-pelan. Paling tidak ada 4 perang yang aku berikan catatan khusus:

1. Perang Badar, perang yang terjadi di tahun 2 Hijriyah; Al-Qur'an banyak bercerita tentang perang ini di Surah Al-Anfaal. Indah betul... dan dari kejadian-kejadian di perang ini, aku belajar tentang "Iman". Adalah kisah tentang kesiapan hati kita dalam menerima ketentuan Alloh; seperti kesiapan kaum muslimin saat itu yang berharap bertemu dengan kabilah dagang Abu Sofyan, ternyata justru ketemu dengan pasukan siap perang yang dipimpin Abu Jahal. Jumlah pasukan jauh lebih banyak, banyak yang mengira kaum muslimin tidak akan menang, namun yang terjadi justru sebaliknya. Kekuatan Iman lah yang memotivasi mereka untuk bertempur sepenuh hati.

2. Perang Uhud, adalah perang yang terjadi sebagai balasan kekalahan kaum Kafir Quraisy; dan dari perang ini aku belajar tentang "keikhlashan". Bagaimana akhirnya pasukan panah yang ditempatkan di bukit "ainaini" itu tergoda ikut turun untuk mengambil harta rampasan perang, dan ini dimanfaatkan oleh pasukan kafir untuk menyerang kaum muslimin. Karena ketidaktaatan ini, banyak pasukan muslim yang syahid. Bahkan Rosululloh pun nyaris terbunuh.

3. Perang Ahzab, atau perang Khandaq.. ini pelajaran tentang "Mimpi". Setelah mendengar informasi bahwa ada pasukan raksasa dari berbagai suku hendak menyerang Madinah, Rosululloh mengatur strategi; dan atas usulan Salman Al-Farisi dibuatlah parit di sekitar Madinah. Hanya dalam waktu tidak lebih dari satu pekan, parit itu harus dibuat. Banyak kejadian yang dramatis dalam proses pembuatan parit itu, konon diceritakan percikan api dari batu yang dipecahkan Rosululloh itu memiliki makna ekspansi dakwah Islam akan sampai ke persia dan romawi. Dan akhirnya memang terwujud dalam penaklukan Persia dan berhasil memukul mundur pasukan Romawi, di masa Khalifatur Rasyidin sepeninggal Rosululloh SAW. Ini menunjukkan pentingnya mimpi dalam isi kepala kita. Di saat ketakutan menghadapi Pasukan Multi nasional itu, Rosululloh justru memberikan mimpi kemenangan yang lebih besar. Seakan-akan Rosululloh ingin menjelaskan bahwa jangankan hanya Pasukan Kafir Qurais dari Makah, negara Persia atau pun Romawi [negara adi jaya di masanya] pun akan dapat kita kalahkan. hmm, motivasi yang luar biasa.

4. Perang Tabuk, [ekspedisi tabuk], darinya aku belajar tentang "totalitas". Karena Ekspedisi Tabuk ini membutuhkan kesiapan yang luar biasa, perjalanannya panjang dan melelahkan. Untuk melindungi umat Islam di Madinah, Muhammad SAW memutuskan untuk melakukan aksi preventif, dan menyiapkan pasukan. Hal ini disulitkan dengan adanya kelaparan di tanah Arab dan kurangnya kas umat Muslimin. Namun, Muhammad SAW berhasil mengumpulkan pasukan yang terdiri dari 30.000 orang, jumlah pasukan terbanyak yang pernah dimiliki umat Islam. Dengan dibumbui sepenggal kisah tentang ketundukan tiga Sahabat yang tertinggal dalam ekspedisi tersebut, dan mereka siap menerima sanksi dari Rosululloh SAW atas kelalaiannya itu [Ka’ab bin Malik, Hilal bin Umayyah, dan Murarah bin Rabi’-]; indahnya kehidupan mereka....

Wallohu a'alam...

Senin, 15 Agustus 2011

instan

Budaya instan sepertinya sudah merasuki di hampir semua sisi hidup kita. Dari makanan instan, kebahagiaan instan, kaya instan, karya instan, termasuk membangun performance.... Idealnya performance itu lahir dari kapasitas diri yang memang memadai. Kini justru terbalik, Perfomance dimanipulasi untuk menutupi kekurangan dalam kapasitas diri. Pura-pura berubah menjadi strategi marketing, dusta menjadi samar dalam kemasan basa basi.

Bahkan para politikus terbawa latah budaya "facebook", menjadi narsis dalam spanduk-spanduk, juga dalam iklan-iklan di media. Berebutan jabatan dengan dalih panggilan tugas.

Kamis, 11 Agustus 2011

Monster Amanah...

“Selamat Pagi” Matahari pagi menyapaku. Ia serupa bola oranye raksasa di langit biru. Dan aku mengerjap, masih ada genangan sisa mimpi tentang kematian semalam. Entahlah, sudah beberapa bulan Ramadhan yang aku jalani, ada beberapa malam didalamnya aku kehadiran mimpi tentang kematian. Awalnya aku memang tidak biasa takut mati. Pelajaran dari Bapak, bahwa mati itu keniscayaan, yang mestinya perlu percaya diri untuk menghadapinya. Namun kini, ketika banyak amanah yang belum aku tunaikan, kematian itu menjadi begitu menakutkan. Dalam mimpiku, amanah-amanah itu mengejar aku. Serupa monster yang menyeramkan.

Mestinya memang, seorang bertakwa itu adalah seorang yang selalu rapih terhadap semua amanah, sehingga dia selalu siap menyambut kematian. Tanpa kita selesaikan amanah itu, bagaimana mungkin kita mampu menghadapi “hari perhitungan” itu.... hiks.

Ya Alloh, kuatkan hati dan semangat kami... agar tetap mampu selesaikan amanah-amanah ini...

Aamiin.

Senin, 08 Agustus 2011

SAJAK PULANG KANTOR, BERJALAN DI JEMBATAN PENYEBERANGAN

jengah pada angka, aku tinggalkan saja...
Seperti gelap yang bernafas
menyapa petugas keamanan,
dan malam menggulung keriangan.

Berjalan terburu, hanya semata ikut arus liar para pejalan kaki.
Karena memang tak ada agenda lain, selain rebah nanti mengisi energi....
Dan tawa abang pengamen, lenguhan bencong di halte.
Pengemis berkerudung, dengan batita pulas di sebelahnya, mulut tersenyum, mimpi indah ia pasti.
Dan jembatan penuh cahya, yang teringat satu waktu, saat tergila-gila padanya, berjalan bersama, dan angin malam rahsa surga meniupi daun telinga....

Dan kegaduhan yang tiba-tiba, juga sorot mata lelaki garang itu, kilatan pisau terhunus, dan nyeri yang sangat...
Anyir darah. Dan angin...dan angin membawaku terbang, menatap jasad terbujur, tertinggal dalam jaket berlumur darah, persis di depan loket busway.

Hiks....

Kamis, 28 Juli 2011

Selamat Ulang Tahun dik Bunga....

Sekali lagi, di tanggal 28 Juli, Bapak justru ada di luar kota.
tapi do'a Bapak pasti tetap terkirim
agar tetap menjadi bunga bagi dunia...
karena keceriaanmu di sepanjang hari adalah energi untuk kita bersama.

Seperti namamu, Bunga dari Pemahaman itu adalah amal perbuatan....

Senin, 18 Juli 2011

Bait-bait Senja;

Seperti di saat senja, saat kita habiskan bersama….
nonton lampu jalanan… dan langit yang perlahan menggelap
pada angin yang menampar kaca jendela, kita abaikan saja…

dan nada, yang terlahir dari lubuk hati,
bercengkerama menjadi bagian dari kita
dan air mata menjadi buliran mutiara.

Terhadap setiap nafas, yang terhembus…
terlukis sebagai bait-bait puisi
bagaimana mungkin aku biarkan ia tersia

Jumat, 20 Mei 2011

Dunia itu Lucu ya...

Ini tentang pelajaran yang aku dapatkan di 24 jam terakhir...

Pertama, menukil satu kalimat bos-ku saat pulang kantor, "Dunia itu lucu ya, mas...." saat melihat betapa orang-orang itu begitu semangat mengejar "dunia", sementara melupakan bekal mereka di akhirat. Saat itu aku hanya diam. Diam membenarkan.

Kedua, esok harinya, saat aku berangkat kantor, mendengarkan satu lagu judulnya "Cintamu Sepahit Topi Miring" di Album HIPHOPDINENGRAT yang diambil dari Puisinya Sindhunata. Isinya semacam sinisme atas kehidupan.
Memang enak jadi wedhus daripada manusia
bila mati, manusia dikubur di gundukan tanah
kepalanya dikencingi wedhus yang merumput
Nasib manusia, hanya sengsara, sampai akhirnya
mengapa kita, mesti bersusah?


Ketiga, khutbah Jum'at siang tadi... dengan materi kisah percakapan Ulama Abdullah bin Mubarok dengan seorang wanita yang tidak mengucapkan sepatah kata pun kecuali ayat2 Al-Qur'an selama 40 tahun... Subhanalloh. Yang terfikir olehku, adalah... kehati-hatian wanita tersebut, dalam menjaga lisannya. hiks...

Melihat fenomena yang terjadi belakangan ini, bahwa kehidupan dunia menjadi begitu dominan dalam isi kepala kita. Sepanjang hari, disibukkan dengan mencari nafkah. Sibuk dengan rencana-rencana masa depan yang "dunyawi" semata. Di sisi lain, kita lalai dalam menyiapkan bekal kita di akhirat. Tidak ada perencanaan yang "serius" untuk menyambut kehidupan kita di akhirat kelak. Sementara, dunia justru menyuguhkan berbagai macam kepalsuan.... bahkan media hanya menjual propaganda yang provokatif, berita sarat dengan ghibah juga fitnah. Hiks, terbayang begitu jauh dari lisan wanita yang bertemu dengan Abdullah bin Mubarok tersebut di atas.

Lalu atas amanah yang begitu banyak, yang mungkin terlalaikan... rasanya memang pantas kita menangisi itu semua semalaman, bahkan seharusnya lebih dari semalam... karena teramat banyak dosa kita; dosa kolektif kita. Menyiakan amanah, menebar dusta, dan menyembunyikan kebenaran. Hiks. Wallohu a'lam.

Rabu, 18 Mei 2011

Catatan sepanjang hari... dari saldo amanah hingga pertanyaan untuk Cinta...

Menggigit pagi....
menyeduh kehangatan waktu fajar.....
dan pagi, terbangun dalam ingatan saldo amanah yg menumpuk, namun bagaimanapun juga hari harus dijalani....

Menuang siang ke cawan jiwa....
kedinginan dalam siang....
walau tertatih, mencoba menuang makna pada cawan waktu.....
hujan menghiburku, dengan tarian air tercurah dan nyanyian deru angin... air mata biarlah mengalir sahaja....
yang tersisa setelah hujan di siang hari, adalah aroma tanah basah, bulir2 air tersisa di kaca jendela, dan cahaya matahari melewatinya ciptakan pendar2 gaib......

Senja tergunting resah, ilalang menusuk ingatan, dan gelisah tersebar di padang jiwa......
mencoba merobek senja, dan biarkan langit menganga....
senja harus datang, sedang denyut tak beraturan di pangkal otak itu tak kunjung berhenti.....

Setelah matahari ditelan gelap, aku baru beranjak.... Maaf, terlambat pulang....

Dan malam, menjadi benderang dalam benak....
terhuyung berjalan pulang. Dan saat angin menyapa, aku jawab: ini perkara waktu, karena jika kita bilangan bulat, maka manfaat adalah pembilang dan waktu adalah penyebutnya... berapa nilai kita?

Mengecek ulang, saldo semangat hari ini...

Dan mengapa aku masih mencintaimu?
Mungkin jawabannya sama dengan jika kau tanyakan mengapa ombak tak bosan2nya menampar karang....

Senin, 02 Mei 2011

masih tentang media...

Awalnya saya sudah berusaha untuk percaya atas berita kematian Usamah bin Laden, namun setelah membaca berita bahwa tentara AS membuang jasadnya ke laut kok jadi ragu...
Tercium aroma dusta di sana. Lalu terfikir beberapa teori.antara lain:
1) usamah memang tertembak, dan ternyata Alloh memberikan kematian dengan kategori Syahid, sehingga ciri2nya begitu nampak, bau yang harum, mayat yang tidak busuk... dan saat di kapal, sang komandan takut, tanda2 itu mempengaruhi anak buahnya..... akhirnya dibuanglah jasadnya ke laut.
2) usamah ternyata memang sudah lama tiada, ia hanya tokoh rekaan, yang diciptakan sebagai alasan penyerangan negeri2 kaya minyak... setelah dirasa cukup, dongeng itu diakhiri dengan fragmen terbunuhnya ia di pakistan, lalu untuk menghindari pembuktian akan jasadnya, dibuatlah berita bahwa jasad itu telah dibuang ke laut....
3) jasad itu terbuang secara tidak sengaja, entah karena apa...

Mohon maaf, ini hanya sekedar membuktikan bahwa media kita saat ini sudah kelewat sering membeberkan berita yang isinya opini semata, bukan fakta... jika hanya opini, kita semua juga bisa kan? hehehehe...

Jumat, 29 April 2011

media adalah sarana...

Pintu informasi saat ini terbuka luas, banyak berita yang tidak lagi sajikan fakta, melainkan hanya opini. Dengan munculnya facebook dan tweeter, celotehan siapa pun bisa terdengar ke seluruh dunia. Dan manusia menjadi pelepah pohon yang terhempas-hempas dalam ombak berita... kebenaran terjual demikian mudah, namun kadang juga terlempar di ceruk dalam. Di kepala kita, tiba-tiba saja dipaksa menikmati sajian pernikahan di negeri asing, yang sebenarnya tak penting; bahkan hanya "jadiannya" seorang duda selebritis pun tiba-tiba dipaksakan menginap dalam rongga kepala....

Dalam segala galau ini, sejenak aku butuh nikmati segarnya makna dua ayat dalam surat Al-Hujuraat:
[6]Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. [7]Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu 'cinta' kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus,

Mungkin kita memang harus terus berbenah, bagaimana tidak terlalu "lebay" mengkonsumsi berita dan opini masyarakat; namun juga menjadi motivasi, bagaimana merencanakan dakwah, sebagai informasi kebenaran yang mestinya bisa "populer" dan dapat dikonsumsi secara meluas di seluruh lapisan masyarakat. Media adalah sarana penting dalam piranti dakwah kita...

Semoga...

Rabu, 27 April 2011

Asa Adila Madania

Pertama menukil dari surat Kartini, tanggal 15 Agustus 1902, kepada Estelle Zeehandelaar: "Kami berhak untuk tidak menjadi bodoh.." hmm... Yang membedakan Kartini dengan wanita Indonesia lain di jaman-nya adalah... ia terus memelihara "harapan" dalam hatinya, demikian pula hati wanita2 Indonesia pada masa itu...

Kedua, dijelaskan dalam buku "Visi Peradaban Komprehensif - Al-Ikhwan Al-Muslimun" salah satu faktor kebangkitan dan unsur kekuatan utama yang dibutuhkan oleh berbagai ummat dan menjadi sandaran berbagai bangsa adalah: Harapan yang luas. Al-Qur'an memberi ummatnya berbagai cara untuk mengeluarkannya dari umat yang mati menjadi umat yang setiap elemennya memiliki kehidupan, tekad, harapan, dan ketetapan hati.

Berdasar dua hal tersebut di atas, rasanya tepat jika puteri ketiga-ku yang lahir bertepatan dengan hari Kartini itu, aku beri nama Asa, yang bermakna harapan. Karena harapan unsur penting dalam kebangkitan ummat.... lengkapnya: Asa Adila Madania, menjadi harapan tegaknya keadilan dan terwujudnya masyarakat madani, masyarakat modern yang berperadaban, egaliter, berfikiran terbuka, berwawasan luas, dan terus mendorong pembangunan yang berkesinambungan...

hmm... jadi berat banget, makna nama anak-ku; semoga tidak menjadi beban, melainkan motivasi, karena nama adalah do'a. Aamiin.

Jumat, 11 Maret 2011

Khoirunnaas anfa'uhum linnaas jilid II

Ini masih tentang nilai manfaat kita sebagai manusia, [semacam kelanjutan dari tulisan lama tentang "khoirunnaasi anfa'uhum linnaas.."] namun kali ini lebih pada bagaimana kita "menolong" orang lewat "mengalahnya" kita....

Kadang saat kita ada dalam pilihan untuk berebut sesuatu, maka semangat untuk mengalahkan akan lebih dominan. Bagaimanapun juga ber-kompetisi itu membuat lebih semangat. Mungkin hal ini memang manusiawi. Namun jika kita melihat dari sudut pandang yang lain, bahwa sebenarnya yang kalah itu [jika ikhlas] justru memiliki nilai kemanfaatan yang lebih dibanding yang menang. Yang kalah, justru bisa membuat yang menang lebih bahagia, artinya si pecundang/yang kalah itu bermanfaat membuat orang lain/sang pemenang itu bahagia.

Aneh memang... jika kita coba terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Rasanya menjadi janggal, namun bisa jadi inilah yang lebih baik... terbayang saat kita berebut jalan di tengah padatnya lalu lintas, dan kita selalu tersenyum penuh kemenangan ketika ada yang menerobos jalur kita... hmmm....

Lebih dalam lagi, jika kita membandingkan kondisi makro ekonomi suatu negara; yang diukur dari "neraca perdagangan"nya dengan negara lain. Bagaimana jika kita pun membuat "neraca perdagangan" kita dengan orang-orang di sekitar kita. Ukuran perbandingannya adalah nilai-nilai kebaikan yang kita lakukan. Misalnya neraca perdagangan antara aku dengan mas "A". Di daftar itu, tertulis berapa kali mas "A" itu lakukan kebaikan untukku, lalu di kolom lain tertulis berapa kali aku lakukan kebaikan untuk mas "A". Di bawahnya, kita hitung saldonya... hehe, siapa yang lebih banyak nilai kebaikannya? Jika model ini kita coba, maka yang terbangun adalah kita berlomba-lomba saling mengalah, saling bersaing dalam kemanfaatan, saling berlomba-lomba dalam kebaikan. Demikian halnya dengan orang-orang lain di sekitar kita. Semakin luas jangkauannya, maka semakin terukur target-target kebaikan yang akan kita lakukan di lingkungan sekitar kita.

Mau kita coba? Yuuk...

Wallohu a'lam.

Rabu, 23 Februari 2011

tentang "berpenghasilan"

Barangkali berpenghasilan itu memang bukan untuk mengumpulkan harta, melainkan untuk memanfaatkannya. Berfikir bagaimana agar harta itu bermanfaat bagi ummat adalah langkah untuk menjadikan berkah penghasilan kita.

Membaca at-takatsur, semakin yakin harta tidak untuk dikumpulkan, karena dengan banyak harta itu hanya akan melalaikan.... Rosululloh dan para sahabat pun begitu produktif dlm berpenghasilan, namun gaya hidup mereka benar2 sederhana. Jadi lebih bersemangat ingin menjadi zuhud yg produktif.

Teringat saat membaca kisah Abu Bakar ra yg menginfaqkan seluruh hartanya fi sabilillah, jadi terfikir banyak hal; tentu ini bukan masalah kenekatan saja; Bisa jadi, karena selain ada keyakinan bahwa Alloh adalah sang Pemberi Rejeki, ia juga memiliki bekal kemampuan "berpenghasilan" yang cukup, sehingga yakin ia akan mendapatkan pengganti harta yang telah ia infaqkan.

Begitu juga Rosululloh yang begitu gigih dalam berdagang, bahkan beberapa riwayat, nilai usahanya Milyaran jika dihitung dg mata uang sekarang... Namun apa yang beliau tinggalkan? Bahkan dinar terakhirnya sempat ia infaqkan sebelum menghembuskan nafas terakhir... Harta tidak untuk dikumpulkan, melainkan untuk dimanfaatkan.... Berhentilah menabung, beralihlah ke investasi.... Menabung itu mengumpulkan saja, investasi itu memanfaatkan. Wallohu a'lam.

Selasa, 08 Februari 2011

putung rokok itu... bercerita banyak

Senja tadi, saat menunggu bis kota, aku sengaja berjalan ke arah bis datang... orang-orang menegurku, kenapa harus menghampirinya, nanti juga kan bis itu datang ke arah sini... aku hanya menjawab, entahlah.. aku hanya sedang tidak ingin berhenti bergerak saja...

Hingga sampai di halte, langkahku sesaat terhenti. Ada seputung rokok yang masih cukup panjang. Mungkin si perokok itu terburu-buru, saat bis datang.. sehingga spontan melemparnya ke trotoar, atau jangan-jangan rokok itu diambil paksa oleh sang istri karena ia memang tidak suka melihat suaminya merokok... atau mungkin seseorang yang tiba-tiba saja tersadar bahwa merokok itu merusak kesehatan... lalu dengan segera mengubah gaya hidupnya... atau mungkin terjatuh secara tidak sengaja, dan si perokok itu malu untuk mengambilnya kembali, padahal "belum lima menit kan"...

Semakin menarik adalah, saat aku mendapat tempat di bis kota... aku menemukan stiker kecil ditempel di kaca jendela. Bunyinya sangat mengganggu-ku: " PERGUB DKI Nomor 88/2010 melanggar hak konsumen... " dilanjutkan dengan gambar sebatang rokok, dan beberapa catatan tentang betapa ruginya kita jika rokok dilarang... bahkan di akhirnya dijelaskan sebagai berikut: "Kretek, Batik, Jamu, Kopi Luwak adalah warisan budaya bangsa, SELAMATKAN INDUSTRI NASIONAL".

Hiks.. ironis sekali... ternyata kesadaran akan bahaya merokok itu masih ditutupi oleh bayang-bayang takut kehilangan rejeki dari bisnis ini. Duh, lalu di mana keyakinan kita bahwa Alloh itu Maha Pemberi Rejeki; dan pasti Dia tidak menginginkan kita [hamba-hamba-Nya] mengkonsumsi zat-zat yang membahayakan tubuhnya...

Wallohu a'lam.

tentang prasangka...

Alloh pasti menyediakan kesempatan kepada kita untuk beranjak dari dosa, namun kita seringkali terlalu malas memanfaatkannya sebagai sarana taubat kita... Atau kadang kita tidak memberi ruang hati yg cukup untuk sahabat kita yg sedang berjuang untuk berbenah, karena hati kita sibuk dengan prasangka dan kenangan dosa2 masa lalunya...

Seringkali kita tergoda untuk sibuk dengan "prasangka", lalu mengemasnya dengan gaya lebih anggun sebagai "anggapan", "persepsi", atau "teori"; walau kenyataannya sama... sekedar memelihara kebencian, menyimpannya dalam sekam jiwa... dan kita sering begitu enggan untuk menyiramnya dengan air sejuk cinta dan pengertian, juga pengorbanan untuk tetap bertahan dalam "husnudzon".

Begitu tipis batas antara curiga dan waspada. Begitu pula cinta dan benci. Kadang berdalih karena khawatirkan keadaan, justru sedang membangun cerita di isi kepala yang hanya berdasar prasangka semata. Dan kadang kita lanjutkan kenakalan cara berfikir kita, dengan bayang-bayang buruk [prasangka buruk] yang terhubung begitu logis, masuk akal... sehingga dengan yakin kita berpendapat ini bukanlah sekedar prasangka.

Rabu, 26 Januari 2011

SAMARA;

Dimintain tolong oleh seorang teman, untuk menjadi pembawa acara di "Training Samara". Temanya "Tumbuh suburkan rasa cinta, perhatian dan romantisme, demi menjaga komunikasi dan keharmonisan keluarga". Agar lebih jelas, panitia mengirimkan proposal ke rumah. Saat ini proposal itu masih ada di tangan saya. Membacanya melahirkan kesadaran kembali, akan pentingnya peran keluarga dalam pembentukan peradaban masyarakat madani. Menyikapi tradisi atau budaya buruk yang berkembang selama ini, jika kita coba renungkan, semuanya bermuara pada kata "keluarga" sebagai bagian dari solusinya. Korupsi misalnya, tak kan terjadi jika seluruh elemen bangsa ini terbina dalam keluarga yang sakinah mawaddah dan rahmah.... demikian halnya dengan tindakan2 kriminal yang frekuensinya meningkat belakangan ini, semua itu terjadi karena kondisi keluarga yang selama ini tidak sejalan dengan jaminan hidup yang semakin buram. Teringat satu penggalan kalimat dalam film "Jamila dan Presiden" bahwa "... kemiskinan punya kekejian untuk melumpuhkan akal sehat..." atau dalam khasanah ilmu kita : "Kaadal faqru ayyakuna kufron" Sungguh kefaqiran itu dekat dengan kemiskinan. Ketidakpahaman orang tua terhadap pendidikan anak, didukung dengan himpitan ekonomi, mendorong orang tua bersikap keras terhadap sang anak. Lalu anak2 pun menjadi cenderung beringas... karena memang kekerasan di rumah mereka menjadi cukup alasan untuk mempraktekkan kebrutalan dalam kehidupan sehari-hari mereka.

SAMARA; itu Sakinah, Mawaddah, dan Rahmah.
1) Sakinah itu betah, nyaman, tempat yang tepat untuk berlindung, curhat, istirahat.....
2) Mawaddah, secara etimologis, bermakna gelora Asmara yang menggebu;
3) sedang Rahmah, itu kasih dan sayang.

Sudahkah ada Sakinah di rumah tinggal kita? Bagaimana respon kita, ketika mendapat Surat Tugas ke luar kota? Bahagiakah? jika bahagia itu karena memang berusaha mencintai pekerjaan mereka itu menjadi tidak masalah. Namun bagaimana jika bahagia itu merupakan justru karena bisa sesaat jauh dari keluarga. Hiks.. jika memang demikian maka, memang harus diakui, bahwa kita semua punya masalah; karena belum bisa membangun "sakinah" di rumah kita... Atau jangan2 ada yang merasa lebih bahagia ketika ada jadwal mabit, karena sekali lagi terbebas dari urusan2 rumah. hmm... jangan2 kita memang merasa lebih nyaman ketika ada di luar rumah ketimbang kumpul bareng keluarga di rumah? Wallohu a'lam.

Mawaddah itu gelora. Biasanya terjadi saat cinta pertama dulu datang mengetuk hati kita. Ada perasaan deg2an, cemas yang tidak jelas karena apa, gelisah, rindu yang menggumpal... hmmm banyak lagi deh... Mungkinkah perasaan itu kembali datang? atau perlukah? jawabannya adalah "mungkin" dan memang "perlu". Karena asmara itu energi yang luar biasa... dibutuhkan untuk para pekerja keras [termasuk pekerja dakwah]; tanpa gelora itu, kadang kerja dakwah jadi "gitu2 saja". Terkadang merasa [na'uszubillah min dzalik] bosan dengan suasana rumah. Nah, karena itulah kita perlu gelora asmara itu kembali datang. Kita perlu menyengaja jatuh cinta lagi kepada pasangan kita.... Wallohu a'lam.

Bagaimana dengan rahmah? Rahmah adalah kasih sayang. Adalah perasaan yang terlahir dari interaksi panjang. Ia berupa rangkaian dari perhatian, senyuman, perlindungan, tanggung jawab.... ini adalah bangunan besar yang harus ditata perlahan.... hmm, Wallohu a'lam.

Entahlah esok seperti apa acara training ini, tapi paling tidak sebelum acara itu dimulai saya sudah mendapat banyak inspirasi dari proposal yang disampaikan panitia. Kepada teman2 panitia [Bidang Kewanitaan DPC PKS Mustika Jaya] saya ucapkan "Jazakumulloh khoiron katsiro...."

Senin, 10 Januari 2011

catatan tanggal 10 Januari 2011

Mau tahu seperti apa siang ini menyapa? Ia dan matahari tenang, angin sopan membelai, dan aroma tanah basah harum menyeruak ke pangkal hidung, menerobos hingga ke lipatan2 otak yg terdalam....

[# Celakalah aku yg disuguhi paras-paras korup bertopeng rupawan di gedung-gedung penyelenggara negara.
Ah, tapi kenapa dipusingkan? Bukankah negara bangsa ini hanya imajinasi kolektif? -mas Edhie-]
[* hiks, ketenangan siang ini... menggelegak kembali, tersulut kemarahanmu, bung... Namun ini memang pantas dipusingkan, karena imajinasi tidak layak didahului oleh kata "hanya"... ini perkara isi kepala, dan layak untuk diperjuangkan; dan yakinlah bung, pemikirian tidak akan pernah mati....-aku-]


Sebutir debu menempel di kaca jendela kantorku, ia sedih betapa pemahaman akan hukum dan keadilan itu justru menorehkan luka, betapa harapan terbetot jauh dari kenyataan... Dan air matanya membuat ia terpeleset, kembali dihempas oleh sang angin.

Dan bagaimana senja menyapa kita? Ia dan robekan warna merah di langit itu, menawarkan antibiotik untuk gelisah hati, dan anginnya sedikit nakal, mencolek daun telinga, seperti hendak paksakan kita untuk mendengar cerita pilu tentang bangsa yang kehilangan rasa malu....

Jumat, 07 Januari 2011

kematian macam apa?

Menonton film "Click" jadi terfikir, di sepanjang hidup kita... ada satu adegan penting yang pasti kita lakoni; yaitu "kematian". Kematian apa yang akan kita jalani nanti?

Mungkinkah kematian kita nanti adalah kematian yang tenang di tempat tidur, saat kita tidur... sehingga keluarga kita baru mengetahui kematian kita di esok paginya... Ataukah kematian kita itu di jalan raya, saat kita mengemudi... atau terbujur kaku di ranjang rumah sakit, setelah melewati rawat inap yang panjang; dengan banyak selang dan botol infus di sekitar kita...

Jika boleh berharap, mungkin kematian yang kita jalani nanti adalah kematian yang indah... misalnya mati kelelahan saat lakukan kerja-kerja sosial; atau mati di depan kelas saat mengajar anak2 pemulung.... atau terbaring lemah bersama keluarga miskin di bawah jembatan... Lebih indah lagi mungkin, kematian di dalam perang membela Agama ini. hiks!...

Kematian macam apapun itu, pasti akan menjadi adegan yang paling "seru" dalam hidup kita; karena ia hanya terjadi sekali, dan itu pun di akhir hidup kita.

Semoga kita bertemu dengan kematian yang baik di esok hari. Amien...

Wallohu a'lam.

Kamis, 06 Januari 2011

mencerap rasa pada setiap warna

Hari ini, aku mencoba mencerap rasa pada setiap warna [setelah kemarin rasa pada setiap bunyi]; warna yang terhimpun dalam retina mata, aku urai perlahan... dalam satu kali silau sinar mentari saja, ada beragam warna... kuning perkasa, biru penuh pesona, hijau teduh, juga coklat muram... bahkan bayangan tangkai kaca mata itu menerobos dalam frame kamera mataku... ciptakan garis lembut, di ruang atas.

Bahkan saat kelopak mata aku pejamkan, masih saja ada warna-warna indah. Di tengah gelapnya, masih ada gurat2an darah dalam kelopak mataku... guratan2 lembut, namun tetap saja... terbitkan kelezatan rasa yang luar biasa.

Subhanalloh... dari rasa warna ini saja, rasanya aku semakin mencintai-Nya.

catatan di satu hari yang lebay....

pagi
Berharap menjadi embun, pantulan cahaya mentarinya menjadi hiasan pagi; kesegarannya meredam emosi; dan tetesannya dari ujung daun menjadi inspirasi di awal hari ini.... Semangat Pagi!!!

jelang siang
Mencoba mengecap rasa dari setiap bunyi; gemericik air kran, deru AC, denting logam (mungkin sendok) yang beradu dengan piring, batuk2 tertahan, tawa yang samar... Dan lantunan nada sederhana, dari dawai piano yg sedikit sumbang. Aku paksa semua tetap meng-ada di isi kepala.
[lalu kesalahan dalam mengecap rasa itu... timbulkan luka!]
[Bunda Ismayani Susana: ada apa nih dik... rangkaian kalimat yang cukup rumit bagi mbak... hikhik]
[nggak papa kok mbak; terinspirasi oleh satu hadits "dzaqo tho'mal imani... " bagaimana iman itu dinikmati secara "rasa lezat" seperti makanan; bagaimana jika setiap bunyi pun kita nikmati dengan cara yang sama? begitu juga pada setiap warna... hmm.. kuliner yang aneh bukan?]


siang;
persaaan bersalah itu mengunyah ubun2.....

sore
Untuk beberapa hal yang ingin aku buktikan, aku tantang matahari senja, beradu cepat..... Aku coba tidak peduli, bahkan saat awan berpihak padanya, terus berlari menjejak bumi, lupakan isak tangis itu, abaikan gumpal sesal itu.... Terus berlari tinggalkan perih luka.

lewat tengah malam
Di tengah aroma tanah basah, pekat harapan itu perlahan mencair, tersadar oleh kelemahan yg ternyata memang bagian dari bayangan, jd untuk apa sibuk menanggalkannya? Ketika ada cahaya, tentu akan ada bayangan.

[ini adalah rangkaian statusku di fb, di satu hari yang lebay]

Minggu, 02 Januari 2011

Masih tentang tertib berfikir (marotibul fikri 2)

Awalnya ini terfikir saat mendengar lagu "kupu2 malamnya" titiek puspa, nada dan liriknya indah. Tapi jika kita cermati, terasa ada kesalahan dalam tertib berfikirnya. Diceritakan ttg derita seorang pelacur. Betapa ia dicaci dan dicela. Pada akhir lagu disampaikan semua itu dengan dalih "menyambung nyawa"... Kayaknya sih memang biasa saja... Tapi apa ya boleh seperti itu? logika yang kita pakai, kita harus bebaskan dulu dari miskin dan rasa lapar, baru bicarakan "iman". Lho, padahal betapa banyak sahabat rosul dulu yg demikian miskin namun tetap teguh memegang keyakinan mereka. Bilal bin rabbah misalnya, dia seorang budak yg itu berarti seorang yg ada dalam puncak kemiskinan, karena bahkan dirinya pun tidak dia miliki. Namun ia teguh menjaga keimanannya....

Mungkin, kita harus mendudukan masalah2 sosial kita dg cara pandang seperti ini: mulailah dengan iman, baru kita melangkah menyelesaikannya. Karena dalam Islam telah banyak disediakan sarana2 penyelesaian masalah2 sosial. Mekanisme zakat, infaq, shodaqoh dan wakaf misalnya. Jadi jangan dibaca terbalik, kenyang dulu baru bicara iman. Yg lebih parah, seringkali ada yg bilang: "jangankan yang halal, yang haram aja susah dapatnya"

wallohu a'lam.

Pantai bulakan, awal 2011.

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...