Rabu, 12 Mei 2010

merencanakan kebaikan

Kebaikan memang harus direncanakan; dikondisikan... sehingga yang menjalankannya menjadi nyaman, dan yang meninggalkan kebaikan itu menjadi malu dan sungkan. Namun seringkali, kita justru malu dan sungkan merencanakan kebaikan itu; dan berdalih enggan disebut riya' dan pamer; hmmm... jika kebaikan itu begitu populer, wajar dan biasa banget... maka untuk apa malu?

Kalimat di atas, pernah saya jadikan status di FB; sebenarnya terinspirasi oleh kegigihan seorang teman dalam memopulerkan tradisi "Qiyamul Lail". Dia begitu sering meng-update statusnya di FB dengan ajakan-ajakan agar besok dini hari bangun untuk sholat malam. Bahkan tidak hanya itu, rajin sekali ia meng-SMS kami, mengingatkan untuk Qiyamul Lail.

Kebiasaan itu, mendapatkan respon yang berbeda-beda. Ada yang memujinya, namun ada pula yang mengganggap hal tersebut adalah "lebay". Saya cenderung ikut yang pertama. Bagi saya, inilah "dakwah". Bagaimana membumikan nilai-nilai kebaikan. Semakin sering tradisi Qiyamul Lail itu kita bahas dalam update status FB kita -misalnya- akan semakin populer tradisi ini... menjadi satu hal yang wajar. Jika sudah demikian, maka para pelaku kebaikan itu menjadi lebih nyaman... tidak perlu khawatir bersombong dengan kebaikannya, karena "kebaikan" menjadi begitu biasa dan wajar. Demikian sebaliknya, orang-orang yang meninggalkan kebaikan itu akan merasa tidak nyaman, dan sungkan.

Lihat deh, bagaimana tradisi Jilbab yang menjadi semakin modis dan populer; atau merokok yang sekarang menjadi semakin tabu dan "nggak nyaman" banget. Ini adalah peran "dakwah" tadi.

Ya... Kebaikan memang perlu direncanakan, juga dikondisikan. Ayo, kita populerkan kebaikan... sehingga orang baik menjadi begitu "keren", dan orang-orang jahat nampak sebagai "pecundang". Semoga....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...