Rabu, 06 Januari 2010

Pidato Malam di tengah Jalan Tol;

Malam;
lampu jalanan,
rambu lalu lintas,
dan gemuruh roda bersahutan
di bawah kaki kita;

ada kenangan yang coba kita congkel keluar,
ada harapan yang coba kita pungut satu persatu;
ada keheningan yang coba kita ganggu;
ada cinta yang kita rampas haknya,
dengan dalih harga diri,
dengan dalih martabat;

ada lampu mobil yang berseliweran di sekitar kita;
ada klakson yang menjerit di tepat belakang kita;
ada pesona yang lalu-lalang,
serupa penari meliuk-liuk laksana asap obat nyamuk;
ada getaran-getaran yang dipaksa untuk kita rasakan;
ada kepedihan yang nyelonong masuk,
mencubit nurani hati;
ada kebodohan yang tiba-tiba saja
terbangun begitu kokoh di pangkal otak kita,
karena kebenaran dengan semena-mena dikerdilkan
oleh kata-kata yang jujur sebenarnya tidak bermakna;

juga makna itu sendiri saling bertabrakan
membawa kepentingannya masing-masing;

makna menguasai kata ,
atau kata mengusai makna;
Pening aku!!

kebenaran dengan syak wasangka menjadi kabur
karena praduga seolah kabut begitu tebal
menutupi lukisan al-Haq;

kata-kata diboncengi,
kata-kata ditunggangi....

mestinya dahulu siapa...
mestinya dahulu mana...
performa atau kapasitas diri...
katanya performa itu cerminan dari kapasitas
namun kadang rancu kapasitas dibangun dari performa yang dipaksakan;
Aneh memang,
ketika rasa keadilan dikerdilkan oleh kepastian hukum;
ketika kepastian hukum itu sendiri menginjak-injak substansi keadilan;
lalu dahulu mana, telor atau ayam?

keheningan menjadi begitu nikmat,
ketika kata-kata justru mengkebiri kecerdasan nurani kita;

berita dengan gosip murahan nyaris serupa
lalu mau berpijak pada apa....??

berharap tabir dan tirai itu terangkat,
tapi kapan?
lambat laun, kita yang jadi agen-agen kemunafikan itu sendiri.

memang hening adalah surga,
memang senyap adalah taman indah, tempat untuk bersandar,
ketika kebohongan merimba dalam hidup kita;

berharap satu waktu,
saat hati dan diri mampu bercakap-cakap....
tanpa diganggu oleh fakta yang rancu,
dengan persepsi;
masak kenyataan lenyap yang tersisa tinggal anggapan!
masak opini dengan berita itu sendiri bercampur aduk!

jadi tolol kita
jadi bebal kita
jadi buta
meraba-raba
kehilangan kendali hati
tanpa pedoman
tanpa peta;
nyasarlah kita!!!

tersesat...dalam rimba kata-kata,
kalimat-kalimat itu mencekik nurani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...