Akhir pekan kemarin, aku mengikuti acara diskusi yang menarik, bersama anak-anak muda di Mustika jaya dan Bantar Gebang. Temanya ekstrimisme dalam Islam. Di sana kami mencari tahu, apa itu ekstrimisme, apa bibit-bibit pemicu ekstrimisme itu, dan juga sebenarnya ada nggak sih ketentuan syari'at tentang ekstrimisme dalam Islam...
Seru. Banyak ide, banyak hal-hal baru. Anak-anak muda itu begitu bersemangat. Jadi terharu... Mungkin kami memang tidak mendapatkan kata simpulan yang "jelas", namun paling tidak kami bisa lebih memahami, bahwa ekstrim itu sesuatu di luar mainstream. Sesuatu di luar "arus besar". Sesuatu yang "lebay", "berlebih-lebihan". Secara ekstrim memahami Islam, kita bisa tersesat.
Esok harinya, bencana banjir datang. Yang menarik adalah, munculnya hujatan-hujatan di media kepada Pemda DKI, juga sanggahan dari pak Gub yang tidak kalah seru... hihi, jadi berbalas serang. Menjadi lahirnya konflik.... bertemunya dua kubu ekstrim. hiks... yang menyedihkan konflik itu justru mengaburkan substansi masalah kita, yakni kemiskinan dan kebodohan.
Ternyata ini memang masalah "cara bertutur", ketika datang kritik dan kita justru sibuk menyanggah, maka yang datang adalah badai cacian. Lalu kita sibuk saling berbantahan, lupakan substansi "kritik" yang sebenarnya adalah "pertanyaan" tentang solusi penyelesaian masalah. hiks...
Jika tradisi berbantahan ini yang lahir maka berat betul beban hidup kita.
Kepada teman-teman yang senang "berkonflik", saya himbau tinggalkan hoby itu. Karena itu tidak sehat, untuk diri kita juga dunia. Karena berbantahan bisa menjauhkan kita dari solusi. Jangan senang bermain di ranah ekstrim, ayuk kita dorong kebenaran itu sebagai mainstream hidup. Kata orang tua dulu... "sing sak madya" jadi indah hidup ini dalam kebersamaan, tanpa benturan-benturan yang tidak perlu.
Wallohu a'lam.
karena kata adalah awal dunia; butuh ruang untuk memelihara "kata" sejak ada di "pikiran", "lisan", bahkan "tulisan".
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Buku MADILOG, Materialisme, Dialektika dan Logika adalah buku karya Tan Malaka yang kaya. Berisi banyak pengetahuan. Tak kebayang buku ini...
-
Menjadi orang baik itu sederhana: Jangan marah. Jangan sakiti orang lain, buat orang di sekitar kita bahagia. Perbanyak menolong orang,...
-
Pertama menukil dari surat Kartini, tanggal 15 Agustus 1902, kepada Estelle Zeehandelaar: " Kami berhak untuk tidak menjadi bodoh.. ...
-
Mau tahu seperti apa siang ini menyapa? Ia dan matahari tenang, angin sopan membelai, dan aroma tanah basah harum menyeruak ke pangkal hidun...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar