Rabu, 27 Oktober 2010

ekstrimisme, bencana banjir dan cara bertutur...

Akhir pekan kemarin, aku mengikuti acara diskusi yang menarik, bersama anak-anak muda di Mustika jaya dan Bantar Gebang. Temanya ekstrimisme dalam Islam. Di sana kami mencari tahu, apa itu ekstrimisme, apa bibit-bibit pemicu ekstrimisme itu, dan juga sebenarnya ada nggak sih ketentuan syari'at tentang ekstrimisme dalam Islam...

Seru. Banyak ide, banyak hal-hal baru. Anak-anak muda itu begitu bersemangat. Jadi terharu... Mungkin kami memang tidak mendapatkan kata simpulan yang "jelas", namun paling tidak kami bisa lebih memahami, bahwa ekstrim itu sesuatu di luar mainstream. Sesuatu di luar "arus besar". Sesuatu yang "lebay", "berlebih-lebihan". Secara ekstrim memahami Islam, kita bisa tersesat.

Esok harinya, bencana banjir datang. Yang menarik adalah, munculnya hujatan-hujatan di media kepada Pemda DKI, juga sanggahan dari pak Gub yang tidak kalah seru... hihi, jadi berbalas serang. Menjadi lahirnya konflik.... bertemunya dua kubu ekstrim. hiks... yang menyedihkan konflik itu justru mengaburkan substansi masalah kita, yakni kemiskinan dan kebodohan.

Ternyata ini memang masalah "cara bertutur", ketika datang kritik dan kita justru sibuk menyanggah, maka yang datang adalah badai cacian. Lalu kita sibuk saling berbantahan, lupakan substansi "kritik" yang sebenarnya adalah "pertanyaan" tentang solusi penyelesaian masalah. hiks...

Jika tradisi berbantahan ini yang lahir maka berat betul beban hidup kita.
Kepada teman-teman yang senang "berkonflik", saya himbau tinggalkan hoby itu. Karena itu tidak sehat, untuk diri kita juga dunia. Karena berbantahan bisa menjauhkan kita dari solusi. Jangan senang bermain di ranah ekstrim, ayuk kita dorong kebenaran itu sebagai mainstream hidup. Kata orang tua dulu... "sing sak madya" jadi indah hidup ini dalam kebersamaan, tanpa benturan-benturan yang tidak perlu.

Wallohu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...