Senin, 08 Desember 2014

Berkumpul bersama.

Kami berkumpul di lereng gunung, bersama ratusan sahabat. Dengan niat yang sama, jalankan pelatihan diri sebagai bagian dari ibadah kepada-Nya. Semangat ketaatan itu mewarnai segenap acara. Sehingga dalam padatnya agenda, dan angin dingin juga hujan, kami tetap diringankan untuk melaksanakan ibadah-ibadah harian kami.

Ada sepenggal fragmen yang rasanya akan lama dalam ingatan, ialah saat sampai di puncak gunung, dalam hujan dan pekatnya kabut. Berdesakan antri, karena lereng tak memungkinkan dilalui selain harus satu persatu. Dingin mencengkeram. Awalnya hanya kulit dan tubuh, perlahan mulai mengganggu otak dan akal sehat. Kami mencoba mengusirnya dengan tetap bergerak dan tetap mengunyah bekal yang kami bawa. Sampai akhirnya ada seorang dari kami membaca ma'tsurat - dzikir rutin pagi dan sore. Lantunannya langsung diikuti oleh kami. Perlahan semakin mengeras. Ratusan mulut itu bersama menggumamkan dzikir tersebut. Bergumam memenuhi alam, puncak gunung itu serasa ikut berdzikir. Dingin kami mulai terusir, namun kini yang aku rasakan justru merinding. Campur aduk. Rasa sebagai hamba yang kecil dan lemah. Tak ada apa pun dapat kami lakukan selain atas izin-Nya. Air mata mulai menyatu dengan tetes hujan.

Ada lagi kejadian yang aku catat sebagai keindahan suasana. Padahal mungkin ini hanya kejadian sederhana. Adalah suatu pagi selepas dzikir pagi dan sarapan, kami diminta berkumpul di lapangan. Karena lapangan di tengah tenda-tenda kami tak begitu luas, maka beberapa kami berdiri saja di depan tenda masing-masing. Seorang instruktur memimpin, awalnya ia gunakan pengeras suara, namun saat mulai memimpin senam, pengeras suara diletakkan. Hanya suara dia yang sayup-sayup terdengar. Secara otomatis, beberapa dari kami ikut membantu mengulang hitungan, sehingga terdengar suara hitungan yang semakin keras, kompak. Dan karena aku duduk di barisan belakang, maka terlihat gerakan yang rapi dengan irama suara hitungan yang padu. Indah. Hingga saat instruktur mengajak membuat lompatan yang bergantian, agar serupa dengan gelombang, kami melakukannya dengan indahnya. setiap lompatan kami ikuti dengan teriakan, sehingga gelombang manusia dan alunan teriakan itu serupa gelombang ombak dengan suara deburannya. Dan puncaknya saat selesai, kami spontan bertakbir bersama.

Demikianlah, satu rangkaian acara pelatihan yang tak terlupakan. Melahirkan kesadaran, bahwa kita memang kecil, kerdil, dan lemah. Namun jika bersama dalam satu barisan yang kokoh, pastilah kita menjadi kekuatan raksasa dan dahsyat. Dikumpulkan oleh cinta kepada-Nya, dipertemukan oleh ketaatan kepada-Nya. disatukan oleh dakwah kepada-Nya, dan terikat janji untuk terus menolong syari'at-Nya. Semoga Allah SWT eratkan ikatan ini. Aamiin.

Papandayan, desember 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...