Menjalani hidup itu mungkin seperti menyusun sebuah buku. Karena sepanjang hari kita memang hanya sedang mencatat kisah hidup kita, dan kelak akan kita serahkan kepada-Nya di hari akhir.
Bagaimana kehidupan kita dimulai, dan itu adalah saat tombol "nalar" dalam akal sehat kita mulai dinyalakan. Dimulailah, serangkaian pilihan-pilihan hidup. Seringkali kita salah memilih, lalu kita harus kebingungan dihadapkan pilihan yang lebih sulit karena kesalahan pilihan kita itu.
Teringat kapan pertama dusta itu kita lakukan, saat kita belajar bagaimana menyembunyikan kesalahan dalam kepura-puraan, terkadang dalam diam, bahkan pernah juga kita sembunyikan kesalahan itu dalam berita yang tak benar (kebohongan).
Kapankah pertama kali kita lakukan pelanggaran atas hak orang lain? entahlah. Tapi yang masih teringat saat duduk di kelas I SD, pernah aku patahkan pensil temanku... namanya Islamiyati. Dia hampir saja menangis, padahal aku melakukannya hanya untuk membuktikan aku berani dihadapan teman-temanku. Agh, jika ada kesempatan aku harus meminta maaf padanya.
Selanjutnya begitu banyak kekeliruan dan kesalahan yang kita lakukan. Seperti barisan masalah yang minta pertanggungjawaban kita.
Semua kesalahan itu tercatat. Tertulis dalam kisah kita. Menjadi luka. Sebenarnya kata maaf bisa menghapusnya, dan melanjutkan dengan kebaikan-kebaikan itu bisa menyembuhkannya. Ini tentang siklus Taubat = Kesalahan - kesadaran - penyesalan - permohonan maaf - perbuatan baik.
Idealnya memang, sesuai siklus Taubat itulah kisah hidup kita catatkan. Sehingga, saat kita menyerahkan kepada-Nya, kita masih bisa tersenyum.
karena kata adalah awal dunia; butuh ruang untuk memelihara "kata" sejak ada di "pikiran", "lisan", bahkan "tulisan".
Langganan:
Postingan (Atom)
Buku MADILOG, Materialisme, Dialektika dan Logika adalah buku karya Tan Malaka yang kaya. Berisi banyak pengetahuan. Tak kebayang buku ini...
-
Menjadi orang baik itu sederhana: Jangan marah. Jangan sakiti orang lain, buat orang di sekitar kita bahagia. Perbanyak menolong orang,...
-
Pertama menukil dari surat Kartini, tanggal 15 Agustus 1902, kepada Estelle Zeehandelaar: " Kami berhak untuk tidak menjadi bodoh.. ...
-
Mau tahu seperti apa siang ini menyapa? Ia dan matahari tenang, angin sopan membelai, dan aroma tanah basah harum menyeruak ke pangkal hidun...