Selasa, 22 Maret 2016

kebersahajaan

Saat luang, sambil nikmati kopi, terlintas tentang kebersahajaan dan pencapaian. Terkadang gelora saat berhasrat untuk pencapaian tertentu, kita lalu abai pada kebersahajaan dalam bersikap. Kesadaran atas itu justru kita dapat setelah mencapai 'pencapaian-pencapaian'. Setelah kesadaran bahwa aku bisa maka bagus jika lalu muncul kesadaran lain, ini hanya sekedar "dibuat bisa" oleh yang Maha Bisa. Lalu lahirlah ketundukan, serupa kebersahajaan dalam bersikap.

Ketundukan ini bagi para pejuang yang berjiwa besar adalah hal yang menjadi prioritas mereka. Jika ada kesempatan menunduk ia akan menunduk sedalam mungkin, jika ada ruang untuk bersembunyi maka ia akan meringkuk dalam sudut gelap, sembunyikan prestasi prestasinya. Dan ketundukan itu tak membuat ia lalu hilang dari popularitas, karena justru sebaliknya.  Karena kebersahajaan dan ketundukan ini objek pencitraan yang paling empuk.

Jadi seolah siklus yang berputar saja, anti pencitraan itu membuat mereka sembunyikan kapasitasnya dengan merendah secara performance fisik. Tapi di sisi lain gaya merendah itu menjadi objek pencitraan yang paling bagus. Ini jadi seperti persamaan matematika yang kedua sisinya berupa variabel bebas. Kedua saling mempengaruhi.

Siang yang luang menjadi semakin benderang. Aku mulai terkantuk kantuk dalam kening berkerut.

Bekasi, 19 Maret 2016
Poetoe


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...