Minggu, 10 Januari 2016

kekuatan ketidakberdayaan

Sekali lagi teruji,  teori tentang pemahaman atas ketidakberdayaan justru menjadi kekuatan, dan sebaliknya sedikit saja rasa hebat dalam keakuan itu bisa menyesatkan.

Kecerdasan serta keberanian seseorang bisa menjadi pintu terpelesetnya ia pada rimba keangkuhan. Dan kengkuhan itu menjadi kelemahan. Jika tak segera tersadar bisa saja menggelincirkannya semakin dalam.

Sebaliknya pemahaman atas kelemahan dan ketidakberdayaan kita terkadang justru menjadi mula sebuah kebangkitan. Bahkan lompatan. Seolah pegas yang merendah dulu untuk lalu mencelat.

Bukankah adab doa dimulai dengan kesadaran atas kerendahan dan kelemahan, dengan lantunan istighfar sebagai ekspresinya, lalu diikuti dengan pujian atas kebesaran Allah dan keperkasaan-Nya.  Ini menunjukkan kita memang butuh sadar lemah, sadar bahwa tak berdaya.

Apakah ini berarti kita harus terjatuh dulu untuk lalu melompat? Tentu tidak. Karena kuncinya pada sadar, pada merasa.

Bisa saja dalam setiap kesuksesan, kita bersegera merasa lemah dan tak berdaya untuk lalu bersiap menyambut kesuksesan yang lain.

Sebaliknya, seperti ajaran agama, setitik kesombongan dalam hati sudah cukup untuk menghalangi kita masuk ke dalam SurgaNya. Ini bermakna betapa bahayanya kesombongan, merasa hebat dan selalu berdaya.

Wallohua'lam.  Semoga kita selamat dari ujian kesombongan saat kesuksesan itu datang. Aamiin.

Poetoe / 10 Januari 2016.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...