Di akhir tahun lalu, aku masih ingat, betapa aku bertekad menulis buku sebelum umurku genap 40 tahun. Lalu seseorang tersenyum saat mendengar tekadku itu. Katanya "kau yakin? Pernah kau tanya istrimu apakah benar kau perlu menulis?" Saat itu aku hanya terdiam. Tidak menyangka mendapat pertanyaan itu. Dan aku tidak menemukan jawaban kenapa justru mendapat pertanyaan seperti itu.
Sampai hari ini, setelah umurku genap 40 tahun lebih 3 hari, aku tersadar. Aku paham apa hubungan istriku dengan keinginanku menyusun buku. Jika tulisanku hanya tentang aku maka sebenarnya tak ada yang perlu aku tulis. Karena semuanya ada di istriku. Wanita yang telah aku pilih menjadi pendamping hidupku. Istriku adalah muara atas segala tentangku. Paket lengkap, karena ia adalah pintu kebahagiaan dunia akhiratku.
Cutiku beberapa hari ini, aku menemukan resep sakitku selama ini: istriku. Selama perhatianku tak benar-benar untuknya maka aku tak akan tenang. Benar kata Asa, anak ketigaku, "... Bapak beli bunga dong, sama cincin dan kalung, lalu kasihkan ke ibu. Tapi setelah itu Bapak tidak boleh marah-marah lagi, harus happy terus...."
Semoga ini jalan menuju kebahagiaan dunia akhiratku. Aamiin.
Poetoe / 29 Agustus 2015.
Minggu, 30 Agustus 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Akhirnya bertepatan dengan ulang tahun pernikahanku yang ke-24, terbit buku kumpulan puisiku yang keempat, berjudul "Masalah Tak Perna...
-
Menjadi orang baik itu sederhana: Jangan marah. Jangan sakiti orang lain, buat orang di sekitar kita bahagia. Perbanyak menolong orang,...
-
BAB 1 CAHAYA (Hari ke-1) Kebenaran sebagai Aksioma, Kebenaran seperti a ksioma, merupakan sebuah pernyataan yang sudah pasti kebenaran...
-
Belajar beberapa hal di beberapa hari ini. Tentang perencanaan yang matang atas segala sesuatu, bahkan gerak hati. Hehe.. aneh memang, gerak...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar